Who Watch the Guardian?
Kasus suap Anggota KPU, Mulyana Wira Kusuma (MWK), memasuki babakan baru setelah diperiksa berkali-kali oleh KPK. Ternyata aliran dana tersebut mengalir sampai kepada BPK, DPR, Dirjen Anggaran Departemen Keuangan. Banyak pihak sekarang seperti saling lempar tanggung jawab, takut kena getahnya. Bahkan KPK beberapa kali menerima pengembalian uang arisan rekanan KPU senilai 20 M dari berbagai pihak.
Ironis memang, kinerja sukses KPU yang berhasil menyelenggarakan dua kali Pemilu secara langsung seperti hilang dan tidak ada apa-apanya dibanding dengan riuh rendahnya gelombang dan isu negatif yang sekarang menerpa KPU. Ibarat pepatah, panas selama setahun dihapus hanya dengan hujan sehari. Lebih ironis lagi jika BPK yang sejatinya merupakan pemeriksa yang diberi tugas untuk melakukan audit investigasi terhadap KPU kini malah akan diperiksa oleh KPK karena diindikasikan menerima aliran suap. Nah lho....
Pemeriksa (BPK) diperiksa oleh pemeriksa (KPK). Itulah yang terjadi sekarang. Memang sejak dari dulu Lord Acton sudah lantang berteriak: power tends to corrupt, and absolute power corrupt absoultely . Kekuasaan memang selalu melenakan siapapun juga, karena itu, demi hukum (eh.. demi keadilan) kekuasaan itu harus diawasi, dijaga, dievaluasi, diperiksa. Maka mungkin itulah filosofi dari banyak dibentuknya lembaga pengawas dan pemeriksa di negeri ini.
Jika kita amati, dalam waktu dekat akan ada banyak tambahan komisi-komisi pengawas baru. Contohnya seperti Komisi Kejaksaan yang bertugas mengawasi Kejaksaan, Komisi Kepolisian yang bertugas mengawasi Polri, Komisi Komisi Yudisial yang tugasnya mengawasi kinerja para hakim.
Sebenarnya jika dilihat, kurang apa lembaga pengawas internal yang ada di dalam masing-masing lembaga tersebut. Di Kejaksaan ada Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas), di Kepolisian ada Provost atau internal affair, di Kehakiman ada Hakim Agung bidang Pengawasan. Muncul lembaga pengawas eksternal yang terpisah dari sistem memang ide yang bagus. Dengan begitu, sejatinya pengawas dapat bersifat independen, bebas dari pengaruh dan tekanan pihak manapun, termasuk terhadap pihak yang diawasi.
Kekuasaan memang harus diawasi, karena itu tugas utama lembaga pengawas, pemeriksa, tetapi apa jadinya kalo lembaga pengawas, pemeriksa justru melakukan dosa seperti lembaga yang diawasinya. Seperti yang terjadi pada BPK, apakah kita harus membentuk lembaga pengawas lagi untuk mengawasi kerja dari lembaga pengawas tersebut. So, who watch the guardian?
Eh.. mong-ngomong, saya juga kerja di lembaga pengawas lho.. KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) . Namanya juga pengawas, ya kerjanya mengawasi donk, khususnya mengenai persaingan usaha. Dan, nampaknya memang tidak ada yang mengawasi. Hi..hii.. ngeri!
Kasus suap Anggota KPU, Mulyana Wira Kusuma (MWK), memasuki babakan baru setelah diperiksa berkali-kali oleh KPK. Ternyata aliran dana tersebut mengalir sampai kepada BPK, DPR, Dirjen Anggaran Departemen Keuangan. Banyak pihak sekarang seperti saling lempar tanggung jawab, takut kena getahnya. Bahkan KPK beberapa kali menerima pengembalian uang arisan rekanan KPU senilai 20 M dari berbagai pihak.
Ironis memang, kinerja sukses KPU yang berhasil menyelenggarakan dua kali Pemilu secara langsung seperti hilang dan tidak ada apa-apanya dibanding dengan riuh rendahnya gelombang dan isu negatif yang sekarang menerpa KPU. Ibarat pepatah, panas selama setahun dihapus hanya dengan hujan sehari. Lebih ironis lagi jika BPK yang sejatinya merupakan pemeriksa yang diberi tugas untuk melakukan audit investigasi terhadap KPU kini malah akan diperiksa oleh KPK karena diindikasikan menerima aliran suap. Nah lho....
Pemeriksa (BPK) diperiksa oleh pemeriksa (KPK). Itulah yang terjadi sekarang. Memang sejak dari dulu Lord Acton sudah lantang berteriak: power tends to corrupt, and absolute power corrupt absoultely . Kekuasaan memang selalu melenakan siapapun juga, karena itu, demi hukum (eh.. demi keadilan) kekuasaan itu harus diawasi, dijaga, dievaluasi, diperiksa. Maka mungkin itulah filosofi dari banyak dibentuknya lembaga pengawas dan pemeriksa di negeri ini.
Jika kita amati, dalam waktu dekat akan ada banyak tambahan komisi-komisi pengawas baru. Contohnya seperti Komisi Kejaksaan yang bertugas mengawasi Kejaksaan, Komisi Kepolisian yang bertugas mengawasi Polri, Komisi Komisi Yudisial yang tugasnya mengawasi kinerja para hakim.
Sebenarnya jika dilihat, kurang apa lembaga pengawas internal yang ada di dalam masing-masing lembaga tersebut. Di Kejaksaan ada Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas), di Kepolisian ada Provost atau internal affair, di Kehakiman ada Hakim Agung bidang Pengawasan. Muncul lembaga pengawas eksternal yang terpisah dari sistem memang ide yang bagus. Dengan begitu, sejatinya pengawas dapat bersifat independen, bebas dari pengaruh dan tekanan pihak manapun, termasuk terhadap pihak yang diawasi.
Kekuasaan memang harus diawasi, karena itu tugas utama lembaga pengawas, pemeriksa, tetapi apa jadinya kalo lembaga pengawas, pemeriksa justru melakukan dosa seperti lembaga yang diawasinya. Seperti yang terjadi pada BPK, apakah kita harus membentuk lembaga pengawas lagi untuk mengawasi kerja dari lembaga pengawas tersebut. So, who watch the guardian?
Eh.. mong-ngomong, saya juga kerja di lembaga pengawas lho.. KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) . Namanya juga pengawas, ya kerjanya mengawasi donk, khususnya mengenai persaingan usaha. Dan, nampaknya memang tidak ada yang mengawasi. Hi..hii.. ngeri!