Friday, December 31, 2004

Duka Aceh Nestapa Kita Semua

Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya keguncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat).

(Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat keguncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat keras.


(QS. Al-Hajj:1-2)

Indonesia Setengah Tiang

Hari Minggu pagi, pukul 08.50, Aceh dan Sekitarnya, Gempa dan Tsunami memporakporandakan dan menelan hampir 90 ribu korban. Pertanyaan yang mungkin muncul di benak kita adalah mengapa harus Aceh? Kota yang dikenal dengan nama Serambi Mekah, di mana satu-satunya propinsi yang menerapkan syariat Islam sebagai hukum resmi selain hukum nasional yang berlaku. Selain itu, bukankah Aceh sudah cukup lama menderita diterpa berbagai macam masalah yang belum terselesaikan?

"Jakarta lebih pantas menerima hal tersebut" (astagfirullah), seru kolega sekantorku. Di sini tempat biangnya kemaksiatan dan segala macam kejahatan terjadi, di sini pula tempat para koruptor dapat hidup dengan tenang berlindung di balik asas presumption of innocent. Di sini pula tempat di mana terkadang nurani seringkali disingkirkan. Dan di sini pula tempat dimana kebusukan, kemunafikan dan keserakahan bersekutu.

Ya, Allah barangkali mempunyai rencana lain. Bencana menimpa Aceh, bukan berarti amarah Allah. Boleh jadi ini merupakan ujian dari Allah terhadap hambanya yang Dia cintai. Dan dalam pandangan Allah rakyat Acehlah yang berhak menyandang predikat tersebut. Kita saja yang mungkin tidak dapat melihat ini semua dikarenakan pandangan mata hati kita telah lama tertutup oleh kemilaunya dunia dan kita terlena di dalamnya.

Muhammad SAW pun manusia yang paling dicintai oleh Allah masih merasakan penderitaan seperti dahinya yang berdarah ketika dilempari batu di Thaif, tanggalnya beberapa gigi Beliau pada waktu Perang Uhud. Sedangkan kita yang masih setengah-setengah dalam mendekat kepada Tuhan masih mengharapkan hal yang lebih baik dari Beliau?

Sungguh, sepertinya bukan kewenangan kita untuk mempertanyakan mengapa kejadian tersebut terjadi dan menimpa Aceh. Yang patut kita pertanyakan adalah mengapa ilmu kita sampai tidak mengetahui akan ada gempa di Aceh. inilah yang mungkin paling layak kita pertanyakan. Semoga kita dapat dengan cerdas membaca tanda-tanda yang diberikan oleh Allah. Semoga para Syahid dan Syahidah di Aceh mendapat tempat yang terpuji di Sisi Allah SWT. Amien.

Monday, December 13, 2004

Posting from "Morning Calm"

As December 11, 2004, I left Jakarta to Korea for 10 days to attend the Workshop and Seminar Held by OECD and Korea Federal Trade Commission (KFTC). The Workshop and Seminar title were Investigating Merger and Acquisition. I have to learn about econometric, calculus, and critical loss, which is I have difficulties in understanding those materials. My office should have sent economist instead of a lawyer like me. But, lucky me, I am fast lerner, I always interested in new experience.

The temperature in Korea is not very cold (approximately 6 Celcius Degree), although it is in winter season, the weather is very welcomed us. One of the Committee said, 2 days before we came, it was snowy and the temperature is very cold, below zero (minus 6). But, although the temperature is not very cold, for us who originated from tropical country like Indonesia, the weather is could enough.

I have 7 days left. O... how much I miss my family. :(