Empati
Entah sudah yang kali keberapa Ia menangis di pelukanku untuk mencurahkan segenap isi hatinya atau sekedar berbagi kebahagian. Airmata tak henti-hentinya mengalir dari pelupuk matanya yang sudah memerah sejak tadi. Aku yakin ini bukan tangis bahagia, ada sebentuk beban berat yang sedang ditanggung dipundaknya, walaupun tampak sedikit senyum yang menyungging dari sudut bibirnya yang mungil, tapi tetap tak mampu untuk menyembunyikan kegundahan yang melanda hatinya.
Ketika Ia mulai bercerita tentang kepedihan yang menyertainya, tak terasa ada butiran air hangat yang mengalir di pelupuk mataku. Walaupun mencoba untuk menegarkan diri agar tak menangis di hadapannya, Aku tak kuasa untuk membendung derasnya air mata ini. Aku hanya sanggup berkata lirih:
Ya Allah.....
Dik, semoga Allah selalu memberikan kesabaran kepadamu dalam menghadapi segala macam ujian. karena pada hakekatnya bukankah kita semua berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya?
Dik... terlalu banyak nikmat yang kita peroleh jika dibandingkan dengan segala yang Adik dan aku derita selama ini sekalipun, ini masih belum seberapanya.
Dik... mudah-mudahan kita tidak termasuk orang-orang selalu mendustakan nikmatnya.
Dik... bukankah Adik ingat akan firman-Nya yang mengatakan:
`Barang siapa yang tidak bersyukur atas nikmat-Ku, tidak bersabar atas bala`-Ku, Keluarlah dari kolong langit-Ku dan carilah Tuhan selain Aku`
Padahal kita tau Dik.... kemana lagi kita akan mencari Tuhan selain Dia. Dialah Tuhan satu-satunya.
Bersabarlah Dik, Ingatkah kita bersama telah mengikrarkan mitstaqon ghaliza di hadapan-Nya. Bukankah Dia hanya menyebutnya kata tersebut 3 kali bahkan di dalam Kalam-Nya.
Semoga Allah senantiasa membimbing langkah-langkah kita.
Entah mengapa saat itu, aku merasa lemah sekaligus kuat pada saat yang bersamaan.
No comments:
Post a Comment