It's Just Happened.....on the Bus
Seperti biasa setiap mau berangkat kerja aku harus naik Bis dari Jatibening. Macet. Sudah pasti, seperti sarapan sehari-hari bagi warga Jakarta dan sekitarnya yang nempel dengan Jakarta. Pilihanku jatuh pada P-17 jurusan Bekasi-Kota, paling tidak aku tidak perlu nyambung Bis lagi dan tinggal turun di Harmoni jika dibandingkan dengan naik AC-63 (Bekasi-Pasar Baru) atau AC-52 (Bekasi-Tanah Abang).
Bis sudah lumayan agak penuh, karena beberapa orang sudah nampak berdiri. Dan aku termasuk salah satunya, karena jangan pernah berharap dapat duduk kalo naik dari Jatibening. Berdiri sambil membaca koran adalah salah satu PW (posisi Wuenak) ketika berada di dalam Bis. Paling tidak bisa menghilangkan kesalnya macet, dan ngelamun gak jelas.
Baru beranjak sekitar 5 menit sejak bis berjalan dari Jatibening, tiba-tiba terdengar alunan dering poliphonic dari HP sebelahku. Maka terjadilah percakapan dengan lawan bicara di seberang sana.
'ya...halo, aduh mohon maaf nih kayaknya saya bakal telat. Abis macet banget nih. Saya sekarang posisinya baru sampai Polda (Komdak). Ok.. nanti saya hubungi lagi'
dan pembicaraan pun terputus. Kalo soal mencuri dengar sih, buat aku gak ada untungnya. Tapi yang menarik perhatianku saat si Bapak di sebelahku itu menjawab baru sampai Polda (Komdak), padahal jelas-jelas saat itu sampai cawang pun belum. Hah.... si Bapak menyangkal (baca:berbohong). Belum sampai 3 menitan sejak telpon yang pertama, kembali terdengar dering yang sama.
'Aduh.... tambah macet nih. sekarang saya udah di Thamrin, tambah parah malah macetnya. Tapi saya sekarang lagi di taksi biar cepet sampai sana. Udah ya... nanti saya hubungi lagi'
Hah... naik Taksi, padahal jelas-jelas ini masih dalam Tol. Gimana sih? lagian mana ada taksi yang naikin penumpang di Tol. (hi..hi..). Kali ini aku cuman senyum-senyum sambil mesem liatin si Bapak. Eh tenyata senyum saya ketangkep basah sama si Bapak tadi. Jadi sama-sama senyum deh... gak apa-apa kan yang paling tidak senyum itu shodaqoh. Dan gak disangka di Bapak tadi mecoba membuka percakapan denganku sambil berbisik tentunya, dan mecoba meyakinkan aku dengan memberikan justifikasi (pembenaran) atas pembicaraan yang barusan Ia lakukan.
'Hmmhm..... Itu.... tadi saya di telpon teman saya, Mas. Katanya... bla...bla... jadi saya bilang aja alasannya... bla..bla...., soalnya saya tadi berangkatnya agak telat dari rumah'
Saya cuman mengiyakan sambil menganguk dan sambil senyam-senyum, tanpa berusaha untuk mengomentari si Bapak tadi. Tapi mungkin ada satu pelajaran yang bisa kita peroleh. Dengan teknologi seluler seperti sekarang ini, kita tidak akan pernah tahu jika lawan bicara kita mengatakan bahwa Ia berada di suatu tempat tertentu. Mungkin saja kita akan percaya atau mungkin juga tidak.
Tetapi, ada hal yang menggelitik mengenai tindakan yang dilakukan di Bapak tadi, pernahkah kita bertanya kepada diri kita, bahwa kita juga (mungkin) pernah berbuat hal sama dengan yang dilakukan si Bapak tersebut, berbohong kepada teman kita, atasan, dan keluarga kita dan kita bersusah payah bahkan sampai mulut ini berbusa untuk berusaha sebaik mungkin memberikan eksplanasi bahkan pembenaran atas tindakan kita. Semoga Hal tersebut tidak pernah menimpa kita.
Tuesday, May 25, 2004
Friday, May 21, 2004
Empati
Entah sudah yang kali keberapa Ia menangis di pelukanku untuk mencurahkan segenap isi hatinya atau sekedar berbagi kebahagian. Airmata tak henti-hentinya mengalir dari pelupuk matanya yang sudah memerah sejak tadi. Aku yakin ini bukan tangis bahagia, ada sebentuk beban berat yang sedang ditanggung dipundaknya, walaupun tampak sedikit senyum yang menyungging dari sudut bibirnya yang mungil, tapi tetap tak mampu untuk menyembunyikan kegundahan yang melanda hatinya.
Ketika Ia mulai bercerita tentang kepedihan yang menyertainya, tak terasa ada butiran air hangat yang mengalir di pelupuk mataku. Walaupun mencoba untuk menegarkan diri agar tak menangis di hadapannya, Aku tak kuasa untuk membendung derasnya air mata ini. Aku hanya sanggup berkata lirih:
Ya Allah.....
Dik, semoga Allah selalu memberikan kesabaran kepadamu dalam menghadapi segala macam ujian. karena pada hakekatnya bukankah kita semua berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya?
Dik... terlalu banyak nikmat yang kita peroleh jika dibandingkan dengan segala yang Adik dan aku derita selama ini sekalipun, ini masih belum seberapanya.
Dik... mudah-mudahan kita tidak termasuk orang-orang selalu mendustakan nikmatnya.
Dik... bukankah Adik ingat akan firman-Nya yang mengatakan:
`Barang siapa yang tidak bersyukur atas nikmat-Ku, tidak bersabar atas bala`-Ku, Keluarlah dari kolong langit-Ku dan carilah Tuhan selain Aku`
Padahal kita tau Dik.... kemana lagi kita akan mencari Tuhan selain Dia. Dialah Tuhan satu-satunya.
Bersabarlah Dik, Ingatkah kita bersama telah mengikrarkan mitstaqon ghaliza di hadapan-Nya. Bukankah Dia hanya menyebutnya kata tersebut 3 kali bahkan di dalam Kalam-Nya.
Semoga Allah senantiasa membimbing langkah-langkah kita.
Entah mengapa saat itu, aku merasa lemah sekaligus kuat pada saat yang bersamaan.
Entah sudah yang kali keberapa Ia menangis di pelukanku untuk mencurahkan segenap isi hatinya atau sekedar berbagi kebahagian. Airmata tak henti-hentinya mengalir dari pelupuk matanya yang sudah memerah sejak tadi. Aku yakin ini bukan tangis bahagia, ada sebentuk beban berat yang sedang ditanggung dipundaknya, walaupun tampak sedikit senyum yang menyungging dari sudut bibirnya yang mungil, tapi tetap tak mampu untuk menyembunyikan kegundahan yang melanda hatinya.
Ketika Ia mulai bercerita tentang kepedihan yang menyertainya, tak terasa ada butiran air hangat yang mengalir di pelupuk mataku. Walaupun mencoba untuk menegarkan diri agar tak menangis di hadapannya, Aku tak kuasa untuk membendung derasnya air mata ini. Aku hanya sanggup berkata lirih:
Ya Allah.....
Dik, semoga Allah selalu memberikan kesabaran kepadamu dalam menghadapi segala macam ujian. karena pada hakekatnya bukankah kita semua berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya?
Dik... terlalu banyak nikmat yang kita peroleh jika dibandingkan dengan segala yang Adik dan aku derita selama ini sekalipun, ini masih belum seberapanya.
Dik... mudah-mudahan kita tidak termasuk orang-orang selalu mendustakan nikmatnya.
Dik... bukankah Adik ingat akan firman-Nya yang mengatakan:
`Barang siapa yang tidak bersyukur atas nikmat-Ku, tidak bersabar atas bala`-Ku, Keluarlah dari kolong langit-Ku dan carilah Tuhan selain Aku`
Padahal kita tau Dik.... kemana lagi kita akan mencari Tuhan selain Dia. Dialah Tuhan satu-satunya.
Bersabarlah Dik, Ingatkah kita bersama telah mengikrarkan mitstaqon ghaliza di hadapan-Nya. Bukankah Dia hanya menyebutnya kata tersebut 3 kali bahkan di dalam Kalam-Nya.
Semoga Allah senantiasa membimbing langkah-langkah kita.
Entah mengapa saat itu, aku merasa lemah sekaligus kuat pada saat yang bersamaan.
Subscribe to:
Posts (Atom)